KPU: Tuduhan Pelanggaran Pilkada Padang Hanya Opini Tanpa Fakta

News, Politik179 Dilihat

Jakarta, RANAHNEWS – Sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan (PHP) Pilkada Kota Padang 2024 memasuki agenda mendengarkan jawaban dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Padang sebagai Termohon, keterangan pihak terkait pasangan calon (paslon) Fadli-Maigus, serta Bawaslu Kota Padang. Sidang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (22/1/2025).

Kuasa hukum KPU Kota Padang, Zulnaidi dan Fauzan Azim, membantah seluruh dalil yang diajukan oleh paslon Hendri Septa-Hidayat. Mereka menyebut tuduhan pelanggaran asas jujur dan adil (jurdil) di seluruh kecamatan Kota Padang tidak memiliki dasar yang kuat.

Dalil yang diajukan pemohon sepenuhnya berbasis opini tanpa bukti konkret. Tuduhan ini lebih menyerupai imajinasi yang tidak terhubung dengan peristiwa hukum sebenarnya,” ujar Zulnaidi. Ia menegaskan, dugaan pelanggaran yang diajukan pemohon bukan merupakan ranah sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi, melainkan menjadi kewenangan Bawaslu, pidana Pilkada, atau pelanggaran kode etik penyelenggara negara—jika memang peristiwa itu terbukti ada.

Zulnaidi juga menanggapi tuduhan keterlibatan Ketua RT/RW dalam tim pemenangan paslon Fadli-Maigus. Menurutnya, jika tuduhan itu benar, seharusnya paslon Hendri Septa-Hidayat melaporkannya ke Bawaslu.

Tidak hanya kami yang membantah tuduhan tersebut, bahkan Bawaslu dan paslon Fadli-Maigus memberikan keterangan bahwa konsolidasi yang dilakukan di salah satu hotel di Padang itu berlangsung di luar masa kampanye dan dalam skala jauh lebih kecil dibandingkan yang dituduhkan,” imbuh Zulnaidi.

Lebih lanjut, Zulnaidi menyoroti bahwa pemohon tidak memiliki legal standing untuk mengajukan sengketa hasil Pilkada. Berdasarkan aturan, pengajuan sengketa hanya berlaku jika selisih suara antara pemohon dan pemenang maksimal 1 persen. Sementara itu, selisih suara paslon Hendri Septa-Hidayat dengan paslon Fadli-Maigus mencapai 27 persen.

Selain itu, tidak ada peristiwa pelanggaran signifikan yang memengaruhi hasil suara. Kami yakin perkara ini akan terhenti pada tahap putusan sela yang dijadwalkan awal Februari,” tegasnya.

Dalam sidang, Zulnaidi juga menyebut bahwa upaya pemohon mempersoalkan LHKPN dan LPPDK tidak relevan dengan sengketa hasil Pilkada. Bahkan, KPU menemukan fakta bahwa LPPDK pemohon berstatus “Tidak Patuh” sesuai hasil audit.

Menanggapi tuduhan mobilisasi ASN, Ketua RT/RW, dan massa, Zulnaidi berpendapat bahwa hal tersebut lebih logis dilakukan oleh petahana, mengingat petahana memiliki relasi kuasa langsung dengan ASN, camat, lurah, dan perangkat RT/RW.

Jika tuduhan mobilisasi dilakukan oleh selain petahana, logikanya ASN atau RT/RW akan melapor langsung ke Wali Kota. Oleh karena itu, tuduhan ini tidak masuk akal,” pungkas Zulnaidi.

Sidang ini menjadi penentu apakah perkara sengketa Pilkada Kota Padang akan berlanjut atau berakhir pada putusan sela Mahkamah Konstitusi. (*)

Komentar