Ketika Ilmu Menyentuh Hati Rakyat

Opini195 Dilihat

Oleh: Kevin Philip
Anggota Penelitian dan Pengembangan Mahardika Muda 2024/2025

RANAHNEWS – Di balik luasnya bentang Nusantara dari Sabang hingga Merauke, tersembunyi ruang-ruang sunyi yang kerap luput dari perhatian. Wilayah-wilayah itu dikenal sebagai daerah 3T — Terdepan, Terluar, dan Tertinggal. Mereka bukan sekadar batas administratif, tetapi cerminan nyata ketimpangan pembangunan, pendidikan, dan kesejahteraan yang masih menganga di tubuh republik ini.

Justru di ruang-ruang itulah, ilmu seharusnya hadir. Bukan sebagai tumpukan teori dalam ruang kuliah, tetapi sebagai cahaya yang lahir dari keikhlasan mengabdi dan ketulusan melayani. Ilmu tidak diciptakan untuk menara gading semata, melainkan untuk menyentuh, menggerakkan, dan mengubah kehidupan.

Sebagai bagian dari Mahardika Muda — organisasi mahasiswa yang mengusung cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa — kami memandang pengabdian masyarakat sebagai bentuk paling nyata dari implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ini bukan semata kewajiban formal, melainkan panggilan nurani.

Saat kami menginjak tanah-tanah basah di kampung-kampung pedalaman, menyapa anak-anak dengan tatapan penuh harapan, kami sadar bahwa pengabdian tidak butuh sorotan kamera. Yang dibutuhkan adalah hati yang mau mendengar, tangan yang siap bekerja, dan pikiran yang rela merendah agar mudah dimengerti.

Ilmu yang menyentuh hati rakyat bukanlah yang tinggi bahasanya, melainkan yang sederhana dalam penerapan. Ia menjelma menjadi pelatihan baca tulis untuk anak-anak yang tertinggal pelajaran. Ia hadir sebagai penyuluhan kesehatan yang bersahabat dan pendidikan karakter yang mendidik tanpa menggurui.

Kami percaya, kemajuan tidak selalu berasal dari proyek besar, tetapi dari langkah kecil yang konsisten. Lebih dari itu, keberhasilan pengabdian diukur dari kebahagiaan masyarakat. Sebab, gelar dan pengetahuan tak berarti bila tak mampu membuat orang tersenyum lebih lega, hidup lebih sehat, dan berpikir lebih jernih.

Mahardika Muda hadir sebagai jembatan antara ilmu dan kehidupan. Kami tidak membawa solusi instan, tetapi menawarkan semangat kolaborasi. Kami tidak datang untuk “mengajar,” melainkan untuk “belajar bersama.” Sebab, rakyat bukan objek pengabdian, melainkan mitra perubahan.

Ketika ilmu menyentuh hati rakyat, ia menemukan makna sejatinya. Ia tak lagi sekadar alat pencapaian pribadi, melainkan sarana kemaslahatan bersama. Inilah hakikat pendidikan yang memerdekakan dan pengabdian yang membahagiakan.

Selama masih ada anak-anak yang ingin belajar, petani yang ingin berdaya, dan nagari yang ingin tumbuh, pengabdian akan terus menjadi denyut nadi Mahardika Muda. Dan selama ilmu itu hadir dengan cinta, ia akan selalu menyentuh, menghidupkan, dan menyinari hati rakyat. (***)

Komentar