Padang, RANAHNEWS — Penanganan bencana banjir dan longsor di Sumatera Barat pada akhir November 2025 memunculkan perhatian publik setelah terbitnya dua Surat Keputusan (SK) Tanggap Darurat dalam periode yang berdekatan.
SK Tanggap Darurat pertama ditandatangani Wakil Gubernur Sumatera Barat, Vasko Ruseimy, pada 25 November 2025. Keputusan tersebut diterbitkan menyusul rilis peringatan dini cuaca ekstrem oleh BMKG pada 21 November 2025 terkait potensi dampak bibit siklon 95W di wilayah Sumatera Barat.
Status tanggap darurat berlaku sejak 26 November hingga 8 Desember 2025, bertepatan dengan terjadinya banjir, tanah longsor, dan terisolasinya sejumlah daerah di Sumbar. Penandatanganan SK oleh wakil gubernur memunculkan pertanyaan dari masyarakat dan kalangan jurnalis terkait keberadaan gubernur saat itu.
Diskusi publik kemudian mengaitkan absennya gubernur dengan agenda kunjungan kerja ke luar negeri. Berdasarkan penelusuran informasi perjalanan dinas dan percakapan di ruang publik, Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi disebut berada di Korea Selatan pada periode awal bencana.
Sejumlah pihak menyebut kunjungan tersebut dipersingkat setelah dampak bencana meluas di Sumatera Barat. Aktivitas gubernur kemudian terpantau melalui unggahan resmi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat yang memperlihatkan kehadiran Mahyeldi di lokasi terdampak longsor beberapa hari setelah bencana terjadi.
Wartawan senior sekaligus Ketua PJKIP Sumatera Barat, Almudazir, menilai perlu adanya kejelasan waktu dan konteks perjalanan dinas tersebut agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.
“Yang perlu dijelaskan adalah apakah perjalanan itu dilakukan sebelum atau setelah peringatan dini BMKG dirilis. Jika setelah peringatan, tentu publik berhak mempertanyakan kebijakan tersebut,” ujar Almudazir dalam diskusi kebencanaan di Padang, Senin (15/12/2025).
Setelah masa tanggap darurat pertama berakhir, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menerbitkan SK Tanggap Darurat lanjutan yang ditandatangani langsung oleh Gubernur Mahyeldi. Perbedaan penandatangan dua SK tersebut kembali menjadi perhatian publik.
Sejumlah kalangan meminta media dan pemerintah memberikan penjelasan terbuka terkait pengambilan keputusan selama masa krisis, termasuk mekanisme kepemimpinan daerah saat kepala daerah menjalankan tugas di luar wilayah. (rn/*/pzv)











Komentar