Uang Harus Berputar di Daerah: Lima Prioritas Pemulihan Bencana Sumatera Barat

Opini75 Dilihat

Oleh: Nanda Satria

Wakil Ketua DPRD Sumatera Barat

RANAHNEWS — Banjir bandang tidak hanya meninggalkan kerusakan fisik, tetapi juga memukul denyut utama kehidupan masyarakat, yakni perputaran ekonomi. Ketika bencana terjadi, sumber penghidupan terhenti, sebagian bahkan lenyap seketika, sementara aktivitas ekonomi yang tersisa bergerak jauh lebih lambat dari kondisi normal.

Dampak bencana tidak berhenti pada hari kejadian. Yang lebih mengkhawatirkan adalah efek jangka panjang terhadap keberlanjutan ekonomi daerah. Tanpa mitigasi dan strategi pemulihan yang tepat, bencana alam berpotensi melahirkan krisis sosial-ekonomi yang lebih luas di Sumatera Barat.

Oleh karena itu, pascabencana, pekerjaan terpenting adalah memulihkan kehidupan masyarakat. Pemulihan ini menuntut perencanaan matang yang berangkat dari kebutuhan daerah, bukan semata-mata pendekatan seragam dari pusat. Partisipasi masyarakat menjadi kunci agar proses pemulihan benar-benar menjawab persoalan di lapangan.

Partisipasi tersebut harus diwujudkan dalam langkah konkret, bukan berhenti pada tataran konsep. Pemerintah dan masyarakat perlu berkolaborasi secara aktif agar penanganan bencana berjalan cepat, tepat, dan berkeadilan. Dalam konteks itu, terdapat lima prioritas utama yang perlu dijalankan secara konsisten.

Pertama, penanganan hunian bagi korban banjir harus mengedepankan kemanusiaan dan keberlanjutan sosial. Relokasi tidak boleh dipaksakan hingga mencabut masyarakat dari akar budaya dan pola hidupnya. Pemerintah perlu bersikap fleksibel dengan memberi ruang bagi relokasi mandiri, serta menghindari pemindahan tergesa-gesa ke kawasan baru yang jauh dari lingkungan asal.

Kedua, pemulihan ekonomi pengusaha kecil dan UMKM harus menjadi perhatian utama. Pengalaman penanganan bencana di berbagai daerah menunjukkan bahwa pascabencana sering diikuti peningkatan kemiskinan akibat terhentinya aktivitas UMKM. Karena itu, bantuan modal usaha dan relaksasi kredit bagi korban terdampak menjadi kebutuhan mendesak agar masyarakat memiliki ruang bernapas untuk kembali membangun usahanya.

Ketiga, bagi kelompok rentan dan masyarakat miskin, percepatan pencairan Bantuan Langsung Tunai (BLT) menjadi instrumen penting. Program ini berfungsi menjaga kelangsungan hidup masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan mata pencarian, sekaligus mencegah mereka terjebak lebih dalam ke jurang kemiskinan.

Keempat, seluruh program pemulihan harus berorientasi pada prinsip “uang beredar di daerah”. Pengalaman pemulihan pascagempa 2009 menunjukkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat sempat melonjak hingga dua digit karena proses recovery melibatkan masyarakat lokal. Fakta ini menegaskan bahwa ketika masyarakat dilibatkan, dana pemulihan benar-benar berputar di daerah dan menggerakkan ekonomi setempat.

Pendekatan serupa harus diterapkan pascabanjir bandang. Belanja pemerintah perlu diarahkan ke masyarakat Sumatera Barat, proyek dikerjakan oleh pengusaha dan tenaga kerja lokal, serta masyarakat dilibatkan dalam setiap tahapan pembangunan. Dengan demikian, bantuan keuangan negara dapat langsung dirasakan manfaatnya dan mempercepat pemulihan ekonomi daerah.

Kelima, prinsip mitigasi bencana harus diinternalisasi sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Sistem peringatan dini tidak boleh sekadar menjadi pajangan, dan simulasi bencana tidak seharusnya menjadi rutinitas seremonial yang menghabiskan anggaran. Mitigasi harus hidup dalam kesadaran kolektif dan praktik keseharian masyarakat.

Penanganan bencana pada akhirnya harus menjadi penopang, bukan penghambat, ekonomi masyarakat. Keterlibatan masyarakat lokal dalam program fisik dan nonfisik bukanlah bentuk ego kedaerahan atau ketidakpercayaan kepada pihak luar, melainkan wujud keberpihakan negara terhadap keberlanjutan ekonomi warga terdampak.

Kesalahan tata kelola pemulihan bencana berisiko melahirkan bencana baru, yakni hilangnya hak masyarakat untuk hidup sejahtera. Karena itu, memastikan uang berputar di daerah bukan sekadar pilihan kebijakan, melainkan keharusan moral agar masyarakat Sumatera Barat tidak terperangkap dalam kemiskinan berkepanjangan. (***)

Komentar