Bangkit Negeri, Ayo Basamo Pulihkan Bencana Sumatra

Opini70 Dilihat

Oleh: Hj. Nevi Zuairina
Anggota DPR RI dari Sumatra Barat

RANAHNEWS — Banjir bandang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat pada 26 November 2025. Aliran sungai yang meluap membawa lumpur dan gelondongan kayu, menghantam permukiman warga dan merenggut korban jiwa di berbagai daerah, mulai dari Aceh Tamiang dan Tapanuli hingga Salareh Aie, Malalak, Maninjau, Lembah Anai, Malalo, dan sejumlah wilayah lain di Sumatra Barat. Bencana ini meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Sumatra dan mengguncang rasa kemanusiaan bangsa.

Fakta di lapangan menunjukkan dampak kerusakan yang luas, mencakup rumah warga, fasilitas umum, serta akses transportasi yang terputus. Ribuan warga terdampak dan harus mengungsi, sementara proses evakuasi berlangsung dalam kondisi medan yang sulit. Data dari pemerintah dan lembaga penanggulangan bencana menjadi dasar penetapan status darurat di sejumlah daerah terdampak.

Memasuki pekan ketiga pascabencana, gelombang solidaritas terus mengalir dari seluruh penjuru negeri. Gerakan rakyat membantu rakyat tumbuh secara spontan, seiring hadirnya relawan, organisasi kemanusiaan, dan berbagai elemen masyarakat. Penanganan secara nasional pun dilakukan dengan keterlibatan langsung pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Republik Indonesia.

Presiden tercatat beberapa kali mengunjungi lokasi bencana dan berdialog langsung dengan para korban di posko pengungsian. Kehadiran tersebut menjadi sinyal kuat bahwa negara hadir di tengah duka masyarakat. Di saat yang sama, aparat TNI dan Polri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Basarnas, BPBD, BUMN, serta relawan bekerja bahu-membahu membuka akses wilayah terisolasi dan memenuhi kebutuhan dasar warga.

Sebagai catatan reflektif, penanganan pada fase awal bencana memang menghadapi tantangan. Namun, setelah skala dampak dan jumlah korban teridentifikasi secara menyeluruh, langkah penanganan menjadi lebih cepat dan terkoordinasi. Ini menunjukkan pentingnya evaluasi berkelanjutan agar respons negara terhadap bencana semakin sigap dan efektif.

Pemerintah juga telah menyiapkan dukungan anggaran melalui APBN dan APBD untuk percepatan pemulihan. Alokasi dana bagi provinsi serta kabupaten dan kota terdampak merupakan langkah konkret yang patut diapresiasi. Dukungan finansial tersebut diperkuat oleh partisipasi BUMN dan dunia usaha yang menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi korban bencana.

Meski demikian, memasuki tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi, tantangan baru muncul. Kebutuhan pemulihan jangka panjang sangat besar dan tidak mungkin sepenuhnya terjawab oleh dana yang tersedia. Oleh karena itu, pengawasan menjadi hal mutlak agar setiap bantuan disalurkan tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.

Sebagai wakil rakyat dari Sumatra Barat, penulis menegaskan pentingnya menjaga integritas dalam pengelolaan dana bencana. Rehabilitasi dan rekonstruksi tidak boleh menjadi celah praktik korupsi. Di era keterbukaan informasi, pengawasan publik, parlemen, dan aparat penegak hukum harus berjalan seiring untuk memastikan pemulihan benar-benar berpihak pada korban.

Bencana ini menjadi ujian sekaligus pengingat akan kekuatan solidaritas bangsa. Dengan semangat “bangkit basamo”, pemulihan Sumatra harus dilakukan bersama, terkoordinasi, dan berkelanjutan. Negara tidak boleh membiarkan wilayah terdampak terjebak dalam nestapa berkepanjangan. Dengan kerja kolektif di bawah komando nasional, Sumatra diyakini mampu bangkit dan pulih kembali. (***)

Komentar