Jakarta, RANAHNEWS – Upaya memperkuat standar keterbukaan informasi publik di tubuh lembaga negara kembali diuji ketika LKBN Antara mengikuti tahap Uji Publik Keterbukaan Informasi Publik (KIP) kategori BUMN dalam rangka penilaian Monitoring dan Evaluasi (Monev) 2025 oleh Komisi Informasi (KI) Pusat, Rabu (19/11/2025). Agenda ini mempertemukan empat badan publik, yakni LKBN Antara, Komisi Yudisial, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, dan PT ASDP Indonesia, dengan tiga penguji dari KI Pusat dan lembaga mitra.
Tim penguji terdiri atas Wakil Ketua KI Pusat, Arya Sandhiyudha, serta dua anggota, Yenti Nurhidayat dari Puskaha Indonesia dan praktisi keterbukaan informasi publik, Danardono Sirajudin. Seluruhnya menggali secara kritis penerapan prinsip transparansi pada masing-masing badan publik.
LKBN Antara memandang Monev 2025 sebagai proses penting yang menuntut komitmen penuh. Karena itu, uji publik diikuti langsung Direktur Utama LKBN Antara, Akhmad Munir, bersama Dewan Pengawas LKBN Antara, Adrian Tuswandi.
“Sejak awal Antara sudah berkomitmen, karena dasar kami adalah menyebarluaskan berita negara. Keterbukaan informasi merupakan keniscayaan bagi LKBN Antara,” ujar Akhmad Munir sebelum sesi dimulai.
Ia menegaskan bahwa penatakelolaan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) LKBN Antara selalu merujuk pada UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta Peraturan Komisi Informasi mengenai standar layanan informasi publik.
“Pada 2024, LKBN Antara mulai bergerak penuh dan langsung memperoleh predikat informatif dari KI. Untuk 2025, pengelolaan informasi publik kami tingkatkan secara berkala, sejalan dengan visi transformasi yang digariskan BP BUMN. Semoga pada Monev KI Pusat 2025 ini, LKBN Antara dapat menjadi yang terbaik dalam keterbukaan informasi publik,” ujarnya.
Dalam sesi penggalian, tim penguji menyampaikan sejumlah pertanyaan bernas terkait penguatan aplikasi keterbukaan informasi publik. Danardono menyoroti relevansi UU 14/2008 pada era “homeless media”, yakni narasi liar di media sosial, serta bagaimana fenomena tersebut menjadi tantangan atau peluang bagi Antara. Arya Sandhiyudha mengangkat isu independensi mengingat posisi LKBN Antara sebagai BUMN, sedangkan Yenti menilai Antara kerap dianggap memiliki privilese tinggi sehingga dipersepsikan sebagai juru bicara pemerintah, padahal informasi publik harus disajikan secara berimbang.
Akhmad Munir, yang juga dikenal sebagai figur pers berpengalaman dan baru-baru ini dipercaya menjabat Ketua Umum PWI Pusat, menegaskan peran strategis Antara di tengah arus informasi digital.
“Antara hadir ketika muncul berita tidak tepat kutip di homeless media. Kami meluruskan hoaks, ujaran kebencian, fitnah, dan informasi bohong. Alhamdulillah Antara masih dipercaya sebagai sumber berita. Berbagai bentuk perusahaan pernah dijalankan Antara, namun kami tetap berkomitmen sebagai pembawa bendera negara melalui pagar api pemberitaan: educating, empowering, enlightening, dan menjaga NKRI,” ujarnya. (rn/*/pzv)









Komentar