Jakarta, RANAHNEWS – Sorotan tajam terhadap praktik rangkap jabatan di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali mencuat. Anggota Komisi VI DPR RI, Nevi Zuairina, menyerukan agar pemerintah segera menghentikan praktik tersebut demi memperkuat reformasi birokrasi dan mencegah potensi penyalahgunaan kewenangan.
Dalam keterangannya di Jakarta, Nevi menilai rangkap jabatan bukan sekadar persoalan administratif, melainkan ancaman serius terhadap akuntabilitas dan integritas pelayanan publik. Ia menegaskan bahwa pemerintah harus bersikap tegas demi menjamin tata kelola BUMN yang bersih, transparan, dan profesional.
“Pemerintah perlu menunjukkan ketegasannya. Rangkap jabatan bisa membuka celah konflik kepentingan antara tugas publik dan kepentingan bisnis, dan ini tentu sangat merugikan negara,” ujar Nevi.
Politisi dari Fraksi PKS ini juga menyebut rangkap jabatan berpotensi melemahkan kinerja organisasi. Pembagian fokus kerja, menurutnya, tidak hanya mengurangi efektivitas, tetapi juga membuka ruang penyimpangan wewenang yang membahayakan kepentingan publik.
Nevi mengingatkan bahwa aturan mengenai larangan rangkap jabatan telah diatur secara tegas dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Aturan tersebut dimaksudkan untuk menjamin objektivitas dan mencegah konflik kepentingan dalam pelayanan negara.
“Proses pemilihan direksi dan komisaris BUMN harus dilakukan secara transparan, kompetitif, dan bebas dari intervensi politik. Ini wajib menjadi komitmen bersama,” tegasnya lagi.
Sebagai langkah preventif, Nevi mendorong Kementerian BUMN untuk segera membangun sistem basis data jabatan yang terintegrasi guna memantau seluruh posisi yang dijabat oleh pejabat BUMN secara real-time. Sistem ini diyakini akan menutup celah rangkap jabatan yang kerap luput dari pengawasan.
“Ini langkah penting untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan BUMN benar-benar dikelola secara profesional,” pungkas Nevi Zuairina. (rn/*/pzv)











Komentar