Padang, RANAHNEWS – Minangkabau Geopark Run (MGR) kembali digelar tahun 2025 dengan menjadikan Bukittinggi sebagai pusat perhelatan. Ajang lari lintas alam ini bukan sekadar adu kecepatan, tetapi juga sarana promosi wisata, budaya, dan geopark Sumatera Barat yang tengah didorong menuju pengakuan dunia.
Penggagas MGR, Yv Tri Saputra, menyebut ajang ini lahir pertama kali pada 2018 sebagai ultramarathon lintas kabupaten di Sumbar, lalu berkembang hingga menjelajah ke Silokek, Belitung, dan Ciletuh. Menurutnya, lintasan alam yang menantang selalu menjadi daya tarik tersendiri.
“MGR dengan lintasan alam itu mampu menjaring ribuan pelari dan komunitas dari dalam maupun luar negeri,” ujar Yv Tri Saputra di Jakarta, Minggu (7/9/2025).
Ia menegaskan visi utama MGR adalah menjadikan olahraga lari sebagai pintu masuk menuju pariwisata berkelanjutan yang ramah lingkungan, edukatif, dan berbasis budaya lokal. MGR edisi 2025 akan melewati rute Geopark Ngarai Sianok–Maninjau, kawasan dengan panorama luar biasa yang kini tengah diajukan ke UNESCO Global Geopark Network.
“Setiap langkah pelari bukan hanya olahraga, tetapi juga bentuk kontribusi terhadap pelestarian lingkungan dan dukungan agar geopark diakui dunia,” kata alumnus ITB tersebut.
MGR 2025 menghadirkan kategori 5K, 10K, dan half marathon 21K, ditambah Community Team Challenge berhadiah uang tunai. Ajang ini ditargetkan diikuti 2.500 peserta, seiring tren pertumbuhan signifikan sejak 2022 yang mencatat 500 pelari, meningkat menjadi 1.700 pada 2023. Hingga awal September 2025, pendaftar online sudah menembus 2.200 orang.
MGR juga melibatkan komunitas pelari lintas kota dan provinsi, sekaligus membuka ruang promosi bagi UMKM lokal. Produk khas Minangkabau seperti lamang tapai, karupuak sanjai, rendang, songket, dan suvenir geopark mendapat perhatian luas. Bahkan, sejumlah UMKM mencatat kenaikan omzet hingga lima kali lipat selama event berlangsung.
“Beberapa UMKM bahkan melanjutkan penjualan lewat platform daring setelah ajang usai,” ujar Yv Tri Saputra.
Dampak positif MGR terlihat jelas dalam pariwisata Sumatera Barat. Pada 2023, event ini ikut mendorong kunjungan wisatawan hingga 8,2 juta orang. Efek ganda dirasakan mulai dari meningkatnya hunian homestay, transportasi lokal, hingga jasa pemandu wisata.
“Lebih dari sekadar lomba, MGR menciptakan pengalaman wisata unik. Pelari melewati Jam Gadang, Lobang Jepang, Janjang Saribu, hingga Ngarai Sianok, sembari berinteraksi dengan masyarakat lokal,” ucap Yv.
Event ini juga menjadi ruang belajar bagi generasi muda di bidang manajemen acara. Sejumlah nama seperti Ihsan Rahmadi dan Ghiyats lahir dari proses penyelenggaraan MGR. Dukungan pun datang dari pemerintah daerah, kementerian, perusahaan BUMN, hingga perantau Minang di seluruh dunia.
Donny Arsal, peserta setia yang pernah menjabat Direktur SIG, mengaku MGR menghadirkan kesan berbeda. “Rute larinya menantang, pemandangan luar biasa, udara sejuk, dan budaya lokal yang kental,” tuturnya.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi, menyebut MGR sejalan dengan program Visit Beautiful West Sumatra. “MGR menggabungkan olahraga, pariwisata, dan budaya,” katanya.
Peserta mancanegara juga memberi apresiasi tinggi. Seorang pelari asal Malaysia menilai MGR bukan hanya tentang stamina, tetapi juga keramahan warga dan keindahan geopark yang menakjubkan.
UMKM lokal seperti Randang Niniak bahkan berhasil menembus pasar nasional berkat promosi di ajang ini.
“MGR adalah bukti nyata bahwa olahraga bisa melampaui sekadar kompetisi. Ia menjadi ruang kolaborasi yang mempertemukan pelari, komunitas, pemerintah, dan masyarakat dalam satu langkah menuju pariwisata berkelanjutan, ekonomi kreatif, dan pelestarian alam,” pungkas Yv Tri Saputra. (rn/*/pzv)
Komentar