Padang, RANAHNEWS — Dugaan pengeroyokan terhadap seorang pemilik kafe oleh oknum Dubalang Kota Padang memicu kritik terhadap pola kerja serta kultur komunikasi aparat penegak ketertiban di tingkat kelurahan. Peristiwa ini dinilai tidak hanya berkaitan dengan kekerasan fisik, tetapi juga dengan penggunaan bahasa yang mencerminkan penyalahgunaan kuasa.
Zulkarnain (nama samaran) mengaku dikeroyok setelah dibawa ke dalam mobil dubalang ketika menjelaskan bahwa kafe semi rumah makannya memiliki izin beroperasi hingga pukul 02.00 WIB. Dua karyawan perempuan turut diamankan meski tidak ada penjelasan mengenai dugaan pelanggaran.
Ia menyebut salah seorang dubalang mengeluarkan ucapan yang dianggap menunjukkan arogansi kekuasaan: “Aden kalau lah pakai baju ko, dak katakuik jo sia sajo.” (Jika saya memakai baju dubalang ini, saya tidak takut pada siapa pun).
Praktisi linguistik lulusan Magister Linguistik Unand yang juga Wartawan Utama, Sisca Oktri Santi, menilai kalimat tersebut menggambarkan penggunaan bahasa yang tidak netral.
“Secara pragmatik, bahasa bisa menjadi representasi legitimasi untuk bertindak apa saja, termasuk tindakan yang membawa potensi kesewenang-wenangan. Ketika aparatur berbahasa seperti preman, tindakan aparatnya bisa mengikuti,” ujarnya.
Ia menambahkan kekerasan verbal dapat menjadi pintu masuk terjadinya kekerasan fisik.
“Pernyataan itu bukan sekadar ancaman, tetapi deklarasi hierarki. Kalimat tersebut menempatkan warga sebagai pihak yang harus tunduk, bukan warga yang perlu diayomi dengan pendekatan humanis,” katanya.
Menurut Sisca, kultur komunikasi aparatur perlu dibenahi. “Seragam tidak otomatis menghadirkan wibawa. Etika, integritas, dan bahasa yang menghormati warga-lah yang menciptakan kepercayaan terhadap institusi,” ucapnya. Ia menegaskan bahwa persoalan tersebut tidak hanya menyangkut individu, tetapi juga sistem yang harus diperbaiki oleh kepala daerah.
Ketua PJKIP Sumbar, Almudazir, menyebut peristiwa ini harus menjadi peringatan bagi Wali Kota Padang.
“Evaluasi bukan hanya perlu, tetapi mendesak. Wali kota harus menjawab apakah pantas aparatur yang diangkat melalui SK Wali Kota berbicara seperti itu kepada warga yang membayar mereka melalui pajak daerah,” ujarnya.
Ia menilai adanya kegagalan pembinaan di tubuh Satpol PP Padang. Menurutnya, tindakan dubalang yang bernuansa arogan tidak hanya bersumber dari individu, tetapi menunjukkan persoalan pada institusi.
Sementara itu, seorang pengelola perusahaan pers di Padang, Daniel, menilai tindakan dubalang mengarah pada gejala premanisme yang terserap ke dalam institusi resmi.
Ketua PJKIP Padang, Yuliadi Chandra, juga menyoroti dua kasus dubalang yang diduga bertindak di luar kewenangan.
“Dari catatan kami, sudah dua kasus dubalang bertindak melebihi kewenangannya. Pertama, interogasi warga dengan kekerasan. Kedua, pengeroyokan pemilik kafe di Koto Tangah,” katanya.
Ia mendesak Wali Kota Padang untuk mengevaluasi Satpol PP. “Kalau Satpol PP tidak sanggup, berhentikan saja Kasatpol PP-nya,” tegasnya. (rn/*/pzv)












Komentar