Dari Solok ke Tanah Datar, Supri Ardi Sebarkan Semangat Literasi Digital

Pendidikan97 Dilihat

Padang Pariaman, RANAHNEWS — Dalam pelatihan politik kreatif dan inovatif masyarakat Tanah Datar yang digagas Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat, Zuldafri Darma, S.H., suasana yang semula formal berubah menjadi reflektif ketika seorang ASN disabilitas tampil di depan forum. Dialah Supri Ardi, S.Kom., M.I.Kom., pegawai Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Solok sekaligus penyunting buku “Jejak Langkah Zuldafri Darma: Surau, Lapau, dan Terminal”.

Tanpa retorika berlebihan, Supri menghadirkan perspektif yang menembus batas fisik dan jabatan. Dari dirinya, hadirin seolah diingatkan bahwa kekuatan gagasan dan ketulusan pengabdian mampu mengatasi segala keterbatasan.

Dalam sesi bertajuk “Literasi Digital dan Politik di Era 5.0”, Supri menekankan bahwa kepemimpinan masa depan tidak lagi ditentukan oleh kemampuan berbicara, melainkan oleh kecakapan beretika dan beradaptasi di ruang digital.

“Era 5.0 bukan lagi soal siapa yang paling cepat menyebarkan informasi, tapi siapa yang paling bijak mengelolanya,” ujarnya tenang. Menurutnya, literasi digital kini bukan hanya keterampilan teknis, melainkan juga kemampuan berpikir kritis dan berempati dalam berkomunikasi.

Sebagai ASN yang aktif mengedukasi masyarakat, Supri memandang dunia digital sebagai ruang baru bagi birokrasi dan politisi untuk membangun kembali kepercayaan publik.

“Jika di masa lalu kejujuran diuji lewat kata-kata, maka di era digital kejujuran diuji lewat jejak digital,” katanya menegaskan. “Tidak cukup hanya cerdas berbicara, tapi juga harus konsisten dalam tindakan.”

Kehadiran Supri di forum tersebut mencerminkan semangat kolaborasi antardaerah. Kabupaten Solok dan Tanah Datar, dua wilayah dengan akar budaya kuat dan masyarakat kritis, kini bersatu dalam membangun ekosistem literasi politik dan digital yang sehat. Melalui perannya sebagai penyunting buku Zuldafri Darma, Supri mengaku menemukan nilai-nilai budaya yang relevan dengan zaman.

“Buku ini tidak hanya bercerita tentang perjalanan seorang tokoh, tetapi juga tentang bagaimana nilai-nilai surau, lapau, dan terminal masih hidup di dunia digital hari ini,” tuturnya. Nilai-nilai itu, menurutnya, menjadi pedoman dalam berinteraksi, berdebat, dan mencari makna di era teknologi.

Ia juga mendorong generasi muda agar tidak berhenti pada konsumsi konten semata, melainkan menjadi penghasil gagasan dan pembawa perubahan.

“Kalau dulu surau tempat menimba ilmu, maka hari ini media sosial bisa menjadi surau digital asal digunakan dengan niat yang benar,” ujarnya penuh makna.

Bagi Supri Ardi, politik dan teknologi adalah dua kutub yang seharusnya saling menopang. Politik membutuhkan teknologi untuk menjangkau rakyat, sementara teknologi memerlukan nilai politik agar berpihak pada kemanusiaan.
“Politik tanpa teknologi akan tertinggal, tapi teknologi tanpa nilai politik akan kehilangan arah,” katanya tegas.

Ia juga mengingatkan bahaya hoaks dan manipulasi digital yang kerap mencederai demokrasi. Literasi digital, menurutnya, harus menjadi gerakan moral yang melibatkan ASN, tokoh masyarakat, dan generasi muda.

“Setiap klik adalah keputusan moral. Setiap unggahan adalah cermin integritas kita,” ungkapnya menutup sesi. “Bijaklah di dunia digital, karena dari sanalah kepercayaan publik dibangun.”

Lebih dari sekadar narasumber, Supri Ardi menghadirkan inspirasi. Sebagai ASN disabilitas, ia menunjukkan bahwa kontribusi tidak ditentukan oleh kesempurnaan fisik, melainkan oleh ketajaman akal dan kejernihan niat. Dari Kabupaten Solok, ia menularkan optimisme bahwa birokrasi yang berilmu dan berdaya dapat menjadi motor perubahan di era digital. (E_J)

Komentar